Beberapa Catatan Kenangan - Baha Zain
1
Yang kutinggalkan
bintang-bintang berserakan
pohon-pohon krismas yang duka
dan di antaranya
seorang gadis
berlutut di muka salib
memohon kesabaran
yang kukenangkan
hanya peristiwa
datang seperti mimpi
menjelma siang ia menghilang
menjelma malam ia menggoda
deritaku adalah derita alam
tak berhenti
kulihat seorang gadis
berlutut di muka salib
wajahnya jauh
di bibir pelabuhan
tak jemu-jemu
memohon ketenangan.
2
Sewaktu terbuka jendela
angin teluk berhembus masuk
cahaya menyentuh pohon
menimpakan bayangnya ke rumput
bersama sepi
udara yang meraba wajah dan hatiku
telah singgah di laut, di gunung, di taman dan di kamar
adikku
menbawa berita manis yang berbaring di ranjang
meladeni rindu dan cinta tak terduga
menatap pipi, bibir dan mata hitamnya di kaca
menghiasi rambutnya dengan sekuntum bunga putih
mengembangkan harapannya dalam mimpi pagi
hanya angin yang tau segalanya tak mungkin lagi
di antara perindu dan pemuja ada ruang mau diisi
batu karang, ikan-ikan, air jernih dan pohon hijau
segala ghairah yang menyeksa manusia
yang menyeksa kita untuk akhir sekali mengucapkannya
“hanya kuharapkan pertemuan tak terduga ini
apa jua kiranya berkembanglah jadi mimpi
dalam genggaman erat malam dan siang
hingga pucat segala kenangan.”
3
Barangkali takkan bisa kumiliki hatimu
barangkali mungkin dalam mimpi saja
namun segala yang lahir dari puisi
adalah cinta.
4
tiba-tiba kekwa ungu terkulai
berderai di meja
seperti berakhirnya musim
seperti teduhnya angin
segalanya dingin.
5
masihkah aku seperti dulu
pengasih, perasa, penyayang dan perindu
masihkah semuanya jadi tanda tanya
tentang gelapnya bayang dalam diriku.
Dewan Sastera, Februari 1973
Perempuan dan Bayang-bayang, 1974
Tiga Catatan Perjalanan, 1991
Yang kutinggalkan
bintang-bintang berserakan
pohon-pohon krismas yang duka
dan di antaranya
seorang gadis
berlutut di muka salib
memohon kesabaran
yang kukenangkan
hanya peristiwa
datang seperti mimpi
menjelma siang ia menghilang
menjelma malam ia menggoda
deritaku adalah derita alam
tak berhenti
kulihat seorang gadis
berlutut di muka salib
wajahnya jauh
di bibir pelabuhan
tak jemu-jemu
memohon ketenangan.
2
Sewaktu terbuka jendela
angin teluk berhembus masuk
cahaya menyentuh pohon
menimpakan bayangnya ke rumput
bersama sepi
udara yang meraba wajah dan hatiku
telah singgah di laut, di gunung, di taman dan di kamar
adikku
menbawa berita manis yang berbaring di ranjang
meladeni rindu dan cinta tak terduga
menatap pipi, bibir dan mata hitamnya di kaca
menghiasi rambutnya dengan sekuntum bunga putih
mengembangkan harapannya dalam mimpi pagi
hanya angin yang tau segalanya tak mungkin lagi
di antara perindu dan pemuja ada ruang mau diisi
batu karang, ikan-ikan, air jernih dan pohon hijau
segala ghairah yang menyeksa manusia
yang menyeksa kita untuk akhir sekali mengucapkannya
“hanya kuharapkan pertemuan tak terduga ini
apa jua kiranya berkembanglah jadi mimpi
dalam genggaman erat malam dan siang
hingga pucat segala kenangan.”
3
Barangkali takkan bisa kumiliki hatimu
barangkali mungkin dalam mimpi saja
namun segala yang lahir dari puisi
adalah cinta.
4
tiba-tiba kekwa ungu terkulai
berderai di meja
seperti berakhirnya musim
seperti teduhnya angin
segalanya dingin.
5
masihkah aku seperti dulu
pengasih, perasa, penyayang dan perindu
masihkah semuanya jadi tanda tanya
tentang gelapnya bayang dalam diriku.
Dewan Sastera, Februari 1973
Perempuan dan Bayang-bayang, 1974
Tiga Catatan Perjalanan, 1991
Ulasan
Catat Ulasan